Jumat, 22 Februari 2019

HIPERBILIRUBINEMIA


Defenisi Hiperbilirubinemia 

Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90. (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009)

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi. Tingginya kadar bilirubin yan dapat menimbulkan efek patologi pada setiap bayi berbeda-beda. Dapat juga diartikan sebagai ikterus dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya mungkin menjurus ke arah terjadinya kernicterus bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.

Ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia adalah : a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
d. Ikterus yang disertai berat badan kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah. (Surasmi dkk, 2002)
Hiperbilirubinemia juga disebut ikterus neonatorum. (Sinclair, 2009)

Insiden
Enam puluh persen bayi cukup bulan dan delapan puluh persen bayi kurang bulan mengalami ikterus. (Sinclair, 2009)

Klasifikasi 
a. Ikterus fisiologis Ikterus fisiologi biasanya dimulai pada usia dua sampai tiga hari (3-5hari pada bayi yang disusui). Ikterus dapat terlihat diwajah bayi ketika sadar dalam serum mencapai sekitar 5mg/dL.ikterus ini bisa terlihat pada abdomen tengan jika kadar bilirubin kurang lebih 15 mg/dL, dan di tumit kaki jika kadarnya sekitar 20mg/dL. pada hari kelima hingga ketujuh, kadarnya berkurang menjadi sekitar 2 mg/dL.

b. Ikterus patologis Ikterus menjadi patologis jika kondisi ini dapat terlihat dalam 24 jam, ketika kadar bilirubin meningkat sebanyak 5 mg/dL dalam 24 jam, ketika kadar bilirubin >15 mg/dL, ketika peningkatan kadarnya berlangsung lebih dari 1 minggu pada bayi cukup bulan dan lebih dari 2 minggu pada bayi prematur, atau ketika bayi menjadi letargi dan kemampuan menyusu buruk.(Sinclair, 2009)

Etiologi
Bayi mengalami ikterus akibat :
a. Konsentrasi hemoglobin yang tinggi saat lahir dan menurun dengan cepat selama beberapa hari pertama kehidupan.
b. Umur sel darah merah pada bayi baru lahir lebih pendek dibandingkan sel darah merah orang dewasa.
c. Imaturitas enzim-enzim hati mengganggu konjugasi dan ekskresi bilirubin. (Lissauaer, Fanaroff, 2009)
Penyebab ikterus neonatorum menurut waktu kemunculannya :
a. Dua puluh empat jam pertama
    • Penyakit hemolisis
    • Inkompatibilitas rhesus
    • Inkompatibilitas ABO
    • Defisiensi G6PD Universitas Sumatera Utara 7
    • Sferositosis
    • Infeksi kongenital
b. Hari kedua-kelima
    • Fisiologis
    • Infeksi
    • Hematoma
    • Galaktosemia dan kelainan metabolik lain
    • Ikterus non-hemolitik familial
    • Bayi dari ibu diabetes
c. Setelah akhir minggu kedua
    • Ikterus air susu ibu (breast milk jaundice)
    • Hipotiroidisme
    • Hepatitis
    • Atresia bilier dan masalah traktus biliaris lainnya
    • Stenosis pilorus (Hull, 2008)

Patofisiologi 
Bilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang disebabkan oleh kerusakan sel darah merah (SDM). Ketika SDM dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas ke sirkulasi, tempat hemoglobin terpecah menjadi dua fraksi: heme dan globin. Bagian globin (protein) digunakan lagi oleh tubuh, dan bagian heme diubah menjadi bilirubin tidak terkonjugasi, suatu zat yang tidak larut yang terikat pada albumin. Dihati bilirubin dilepas dari molekul albumin dan dengan adanya enzim glukuronil transferase, dikonjugasikan dengan adanya asam glukoronat menghasilkan larutan dengan kelarutan tinggi, bilirubin glukoronat terkonjugasi, yang kemudian diekskresi dalam empedu.Di usus, kerja bakteri mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi urobilinogen, pigmen yang memberi warna khas pada tinja.Sebagian besar bilirubin terreduksi diekskresikan ke feses; sebagian kecil dieliminasi ke urin. Bila keterbatasan perkembangan atau proses patologis memengaruhi keseimbangan ini, bilirubin akan terakumulasi dalam jaringan dan mengakibatkan jaudis. Rata-rata, bayi baru lahir memproduksi dua kali lebih banyak bilirubin dibandingkan orang dewasa karena lebih tingginya kadar eritrosit yang beredar dan lebih pendeknya lama hidup sel darah merah (SDM) (hanya 70 sampai 90 hari, dibandingkan 120 hari pada anak yang lebih tua dan orang dewasa). Selain itu, kemampuan hati untuk mengkonjugasi bilirubin sangat rendah karena terbatasnya produksi glukoronil transferase.Bayi baru lahir juga memiliki kapasitas ikatan-plasma terhadap bilirubin yang lebih rendah karena rendahnya konsentrasi albumin dibandingkan anak yang lebih tua.Perubahan normal dalam sirkulasi hati setelah kelahiran mungkin berkontribusi terhadap tingginya kebutuhan fungsi hati. Normalnya, bilirubin terkonjugasi direduksi menjadi urobilinogen oleh flora normal usus dan diekskresi dalam feses.Akan tetapi, usus bayi yang steril dan kurang motil pada awalnya kurang efektif dalam mengekskresi urobilinogen.Pada bayi baru lahir, enzim ß-glukoronidase mampu mengonversi bilirubin terkonjugasi menjadi bentik tidak terkonjugasi, yang kemudian diserap oleh mukosa usus dan ditranspor ke hati. Proses ini, yang dikenal sebagai sirkulasi atau pirau enterohepatik, jelas pada bayi baru lahir dan diperkirakan merupakan mekanisme primer dalam patologi jaundis. (Wong, 2008)

Diagnosis
a. Anamnesis Riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi dan pembesaan hati  dan limfa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat infesi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia. (Herwanto, 2009)

b. Pemeriksaan fisik Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan yang baik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dL. Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab ikterus patologis.Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, ekstravasasi darah, memar kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi. (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009) Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher, dan seterusnya. Untuk penilaian ikterus, Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit, tumitpergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain-lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata. (Surasmi dkk., 2003)



Penatalaksanaan 
Penanganan hiperbilirubinemia bergantung pada penyebab dan beratnya gejala serta derajat anemia yang menyertainya. Strategi yang diterapkan berupa: a. Konversi bilirubin tidak terkonjugasi menjadi produk yang tidak berbahaya (fototerapi). b. Pengeluaran sumber bilirubin yang potensial (transfusi darah tukar). c. Inhibisi produksi bilirubin (melalui inhibitor heme oksigenase). Universitas Sumatera Utara 13 d. Mencegah beban bilirubin tambahan yang berasal dari sirkulasi enterohepatik. Setelah penyebab ikterus diketahui, kadar bilirubin dapat diperiksa secara serial. Hal ini penting pada penyakit hemolisis karena kadar bilirubin dapat meningkat dengan cepat. Hidrasi yang baik dan masukan kalori yang adekuat membantu organ hati mengkonjugasi bilirubin secara efisien.Hiperbilirubinemia dapat diobati dengan menggunakan fototerapi.Cahaya dengan gelombang 450 nm dari spektrum warna biru (bukan ultra violet) mengubah bilirubin tak terkonjugasi melalui fotodegradasi menjadi pigmen menyerupai biliverdin yang larut dalam air dan tidak berbahaya.Cahaya dengan panjang gelombang yang tepat dihasilkan oleh pipa flouresen atau lampu biru yang lebih khusus.Pengaturan suhu dan balans cairan harus diperhatikan. Jika terdapat risiko peningkatan kadar bilirubin ke tingkat yang berbahaya meskipun diberikan fototerapi dan tatalaksana yang disebut diatas, dilakukan transfusi darah tukar. Dalam prosedur ini, sejumlah 10 atau 20 ml darah ditarik keluar dan ditransfusi secara bergantian melalui kateter vena umbilikalis, hingga 60-70% sel darah merah bayi telah ditukar. Pada inkompatibilitas rhesus, transfusi tukar sering diperlukan segera setelah lahir, bahkan sebelum kadar bilirubin sempat naik. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan antibodi yang menyebabkan hemolisis dalam sirkulasi darah bayi. (Hull, Johnston, 2008).

Komplikasi 
Komplikasi terberat ikterus pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin atau kernikterus.Kernikterus terjadi pada keadaan hiperbilirunemia indirek yang sangat tinggi, cedera sawar darah-otak, dan adanya molekul yang berkompetisi dengan bilirubin untuk mengikat albumin. Adanya keadaan berikut ini, seperti hipoksemia, hiperkarbia, hiptermia, hipoglikemia, hipoalbuminemia, dan hiperosmolalitas dapat menurunkan ambang toksisitas bilirubin dengan cara membuka sawar darah-otak. Gejala ensefalopati bilirubin meliputi letargi, tidak mau makan, dan refleks Moro yang lemah.Pada akhir minggu pertama kehidupan, bayi menjadi demam dan hipertonik disertai tangisan bernada tinggi (highpitched cry).Refleks tendon dan respiratori menjadi depresi. Bayi akan mengalami opistotonus disertai penonjolan dahi ke anterior. Dapat mulai terjadi kejang tonik-klonik umum. Jika bayi dapat bertahan hidup, gambaran klinis ini akan menghilang dalam usia dua bulan, kecuali sisa kekakuan otot, opistotonus, gerakan iregular, dan kejang. Pada akhirnya anak tersebut mengalami koreoatetosis, tuli sensorineural, strabismus, kelainan pandangan ke atas, dan disartria. (Schwartz, 2004)

0 komentar:

Posting Komentar